Rabu, 20 Agustus 2008

RYAN

Sejarah memang selalu terulang. Namun negri ini memiliki keistimewaan. Pengulangan sejarahnya terjadi begitu cepat, sampai kita tak cukup waktu untuk belajar darinya. Yang lebih istimewa, sejarah yang kerap terulang adalah sejarah yang kelam , yakni kekerasan. Segala ranah di negri ini seakan tidak bisa dilepaskan dari kekerasan. Barangkali kalau mau ditelisik dari semiologinya, semua kata bahasa negri ini harus bisa diasosiasikan dengan kekerasan. Tidak perlu kita memiliki daya ingat yang begitu tajam untuk menyebut satu persatu kronologi kekerasan negri ini. Mulai dari rumah tangga, agama, politik, pendidikan .. ah Capek dehhh . Dan yang amat memprihatikan kekerasan ini dimulai dari (sesuatu) yang kecil.

Mungkin bangsa ini perlu bertanya kenapa ya kita kog jadi gini. Mana keramah-tamahan dan budi luhur bangsa yang didengang-dengungkan dalam pelajaran sejarah puluhan tahun lalu? Jangan –jangan sebagai bangsa kepribadian kita (dalam bawah sadar) sudah terjangkit multiple personal disorder yang epidemic. Mungkinkah semua ini lantaran bangsa ini sudah cukup lama berteman dengan stress akibat multi krisis yang tiada henti? Jangan-jangan tengara mengenai Lucifer`effect sudah menjadi begitu massive di negri ini. Karenanya, begitu mendapat kuasa, seseorang (atau sekelompok) (atas nama, agama, emosi, egoism, sectarian, kelalaian, jabatan, etc) mendapat legitimasi untuk melakukan kekerasan tanpa si korban sempat berpikir tentang pasal 38 &39 KUHP. Apakah sajian TV yang kerap menyuguhkan gambar-gambar berdarah, penyebabnya?, apakah merah-putih bukan warna kepribadian bangsa ini? Ataukah 17 agustus bukanlah lucky number? pertanyaan-pertanyaan konyol ini muncul, lantaran segala analisis ilmiah, akademik, dan rasional nyatanya tak mampu memotivasi bangsa ini untuk menghentikan segala bentuk kekerasan.

Pesimisme semacam ini pasti amat kontraproduktif menurut the law of attraction. Kita tetap harus berpikir positf bahwa bangsa ini adalah bangsa yang sopan santun. Bangsa yang suatu saat menghapus segala aturan berkenaan dengan SKKB. Kita tidak boleh berpikir bahwa bangsa ini adalah kriminal yang tengah mengidap kelainan jiwa. Kita harus tetap make a move bagi bangsa ini. Kalau tidak, pelan-pelan kita menghayati budaya hara-kiri (baca: bunuh diri) bukan karena kehormatan, tapi karena ketidakcerdasan.

Sayangnya the law of attraction masih berbau kapitalis-materialias, sementara negasi kekerasan ada di ranah merah hitam.