Selasa, 19 Agustus 2008

THE LAW OF ATTACHMENT

Meski sepintas fonetiknya mirip, tapi the law of attachment bukanlah sequel dari the law of attractionnya the Secret, kaitannya sedikitpun tidak. Meskipun barangkali semiologinya menghasilkan Sign yang kurang lebih sama. The law of attachtmet adalah peringatan para bijak untuk selalu waspada terhadap segala kelekatan kepada apapun yang di luar pribadi manusia. Hukum ini mengajarkan, kalau manusia telah terlekat pada sesuatu, maka hampir dipastikan dirinya ( keseluruhan daya cipta, karya, karsa) sadar maupun bawah sadar akan terserap oleh apa yang dilekatinya. Symptom psikologis yang paling kentara dari seseorang yang telah tereduksir oleh kelekatannya adalah munculnya berbagai gejala psikosis maupun psikosomatis manakala sesuatu itu tidak lagi menjadi sumber bahagianya. Kalau seseorang penyuka warna hitam menjadi begitu gelisah karena barang dengan warna kesukaannya tidak didapat, bisa menjadi tanda-tanda awali yang perlu diwaspadai.

Seyogyanya manusia lah yang menguasai sesuatu, namun keterlekatan, menjadikan sebaliknya: Sesuatu telah menginvasi dan mengontrol hidup seseorang. Celakanya sesuatu itu tidak hanya materi bahkan yang rohani pun bisa menjadi wujud sesuatu itu. Karena itu adalah mengherankan kalau ada orang mengaku Agamawan, tetapi kegelisahan dan kebahagiaan hidupnya diinvasi suatu yang amat materi (uang, sanjungan, popularitas) padahal seorang nabi pernah berkata orang tidak bisa mengabdi sekaligus kepada Tuhan dan uang.

Barangkali di sinilah akar dari munculnya multiple personality Disorder. Sesuatu yang menyerap itu menjadikan manusia tidak lagi menjadi pribadi utuh dan berkesadaran penuh. Peribadinya lalu menjadi berwujud sesuai keterlekatan yang saat itu menyerapnya. Manusia semacam ini pastilah berteman dengan stress. Dalam tingkat yang parah , bisa dikatagorikan kelainan jiwa stadium awal.

Semestinya AKU harus menjadi Tuan atas warna-warna kesukaanku. Akulah yang menentukan angka-angka itu menjadi sesuatu yang bad or luck. Akulah yang mengendalikan challange-challenge dalam hidupku. Aku juga yang seharusnya yakin bahwa aku baik an sich, dan bukan berdasarkan SKKB. Aku lah sejatinya yang memanipulasi hasrat-hasratku entah yang liar seperti keinginan menikmati gambar-gambar berdarah atau bunuh diri atau hasrat luhur seperti diam saja atau make a move. Tapi bagaimana caranya menjadi AKU yang adalah Tuan? Kalau ternyata sikap sopan-santunku, atau strategi pelayananku semata-mata dimotivasi oleh semangat konsumerisme, tuntutan pasar, tren mode dan lalu kemudian dimahkotai oleh spiritualitas follow your bliss.

Ah ada apa dengan aku?