Jumat, 22 Agustus 2008

TERJEBAK

Dulu, kata porong sering diidentikan dengan gila. Karena disana terdapat rumah sakit gila. Tapi sekarang Porong lebih terkenal di seluruh dunia dengan Lusinya. Kehadiran "Lusi" yang paling menjengkelkan bukan hanya masyarakat Porong tetapi arek-arek Jatim pada umumnya adalah kemacetan yang sering unpredictable. "Terjebak" barangkali adalah istilah yang pas untuk melukiskan situasi yang tidak mengenakkan itu.

Terjebak memang pengalaman yang menjengkelkan, apalagi setelah kita sadar, bahwa semuanya karena ketidakcerdasan kita sendiri. Tapi ada yang lebih memalukan lagi, ternyata kita memang sejak awal telah terjebak dalam dan karena epistemology kita sendiri. Simpton psikologis yang muncul karena keterjebakkan itu, seperti marah, jengkel, malu, hanyalah chasing luar aja. Bawah sadarnya, prosesor dalam benak kitalah yang telah kejebak. Dan orang yang paling bertanggungjawab atas keterjebakkanku tidak lain adalah diriku sendiri. Ketika aku membiarkan diriku diselimuti kemarahan atas perilaku orang lain .. I was trapped!. Manakala aku membiarkan diriku (dan perasaanku) dideterminis oleh labeling-labeling dan judgmental tanpa refleksi kritis, aku telah terjebak.

Ketika aku membiarkan originalitas pemikiranku terkontaminasi oleh isme, ideology, mahzab, aliran tertentu, than I was trapped too. Ketika aku tidak lagi bisa menjadi tuan atas semua gejala dan gejolak psikologik yang enlightment maupun yang traumatic, dalam hatiku, aku pun sudah kejebak. Jebakan-jebakan ini sulit dihindari, mulai dari orang-orang sekaliber FPI, Muhdi dan Suryani, bahkan para petinggi BI. Mungkin yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir efeknya.

“Bagaimana caranya?”Dengarkan suara peringatan bahkan jika hanya berbunyi “Guk Guk.”. Kita toh bukan kafilah dan tidak harus jadi kafilah, jadi, berhentilah jangan berlalu.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda